ETIKA
PROFESI HUKUM (ADVOKAT)
A.
Peranan Advokat Sebagai Penegak Hukum
Menurut Undang-undang
no.18 tahun 2003 tentang Advokat yang dimaksud Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan
syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Advokat.
Secara normatif,
Undang-undang Advokat juga menegaskan bahwa peran advokat adalah penegak hukum
yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan
polisi). Namun, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para
penegak hukum ini berbeda satu sama lain. Dalam konsep trias politica tentang
pemisahan kekuasaan negara yang terdiri dari kekuasaan legislatif, yudikatif,
dan eksekutif. Penegak hukum yang terdiri dari hakim, jaksa, dan polisi
memiliki kekuasaan yudikatif dan eksekutif. Dalam hal ini hakim sebagai penegak
hukum yang menjalankan kekuasaan yudikatif mewakili kepentingan negara dan
jaksa serta polisi yang menjalankan kekuasaan eksekutif mewakili kepentingan
pemerintah. Bagaimana dengan Advokat?Advokat dalam hal ini tidak termasuk dalam
lingkup ketiga kekuasaan tersebut (eksekutif, legislative, dan yudikatif).
Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri
untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh oleh
kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif). Dalam mewakili kepentingan klien
dan membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir advokat harus objektif
menilainya berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu,
dalam kode etik ditentukan adanya ketentuan advokat boleh menolak menangani
perkara yang menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan
informasi yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada klien.[1]
Profesi Advokat yang
bebas mempunyai arti bahwa dalam menjalankan profesinya membela masyarakat
dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran hukum tidak mendapatkan tekanan
darimana pun juga. Kebebasan inilah yang harus dijamin dan dilindungi oleh UU
yaitu UU no.18 tahun 2003 tentang Advokat agar jelas status dan kedudukannya
dalam masyarakat, sehingga bisa berfungsi secara maksimal.
Peran Advokat tersebut
tidak akan pernah lepas dari masalah penegakan hukum di Indonesia. Pola
penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan masyarakat, tempat hukum
tersebut berlaku atau diberlakukan. Dalam masyarakat sederhana, pola penegakan
hukumnya dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana pula. Namun
dalam masyarakat modern yang bersifat rasional dan memiliki tingkat
spesialisasi dan diferensiasi yang begitu tinggi, pengorganisasian penegakan
hukumnya menjadi begitu kompleks dan sangat birokratis. Semakin modern suatu
masyarakat, maka akan semakin kompleks dan semakin birokratis proses penegakan
hukumnya. Sebagai akibatnya yang memegang peranan penting dalam suatu proses
penegakan hukum bukan hanya manusia yang menjadi aparat penegak hukum, namun
juga organisasi yang mengatur dan mengelola operasionalisasi proses penegakan
hukum.[2]
Secara sosiologis, ada
suatu jenis hukum yang mempunyai daya laku lebih kuat dibanding hukum yang
lain. Didapati hukum sebagai produk kekuasaan ternyata tidak sesuai dengan
hukum yang nyata hidup dalam masyarakat. Berdasar fenomena tersebut, maka peran
advokat dalam menegakkan hukum akan berwujud, yaitu:
·
Mendorong
penerapan hukum yang tepat untuk setiap kasus atau perkara.
·
Mendorong
penerapan hukum tidak bertentangan dengan tuntutan kesusilaan, ketertiban umum
dan rasa keadilan individual dan sosial.
·
Mendorong
agar hakim tetap netral dalam memeriksa dan memutus perkara, bukan sebaliknya
menempuh segala cara agar hakim tidak netral dalam menerapkan hukum. Karena itu
salah satu asas penting dalam pembelaan, apabila berkeyakinan seorang klien
bersalah, maka advokat sebagai penegak hukum akan menyodorkan asas “clemency”
atau sekedar memohon keadilan.
Selain peran diatas,
Advokat juga memiliki peran dalam pengawasan penegakan hukum, penjaga kekuasaan
kehakiman dan sebagai pekerja sosial. peran tersebut akan di jabarkan sebagai
berikut:
1.
Peran
Advokat sebagai pengawas penegakan hukum
Fungsi pengawasan
penegakan hukum terutama dijalankan oleh perhimpunan advokat, pengawasan ini
mencakup dua hal yaitu:
o
Internal,
secara internal peran himpunan advokat harus dapat menjadi sarana efektif
mengawasi tingkah laku advokat dalam profesi penegakan hukum atau penerapan
hukum. Harus ada cara- cara yang efektif untuk mengendalikan advokat yang tidak
mengindahkan etika profesi dan aturan-aturan untuk menjalankan tugas advokat
secara baik dan benar.
o
Eksternal,
secara eksternal baik himpunan advokat maupun advokat secara individual harus
menjadi pengawas agar peradilan dapat berjalan secara benar dan tepat. Bukan
justru sebaliknya, advokat menjadi bagian dari upaya menghalangi suatu proses
peradilan.
2.
Peran
Advokat sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman
Perlindungan atau jaminan
kehakiman yang merdeka tidak boleh hanya diartikan sebagai bebas dari pengaruh
atau tekanan dari kekuasaan Negara atau pemerintahan. Kekuasaan kehakiman yang
merdeka harus juga diartikan sebagai lepas dari pengaruh atau tekanan publik,
baik yang terorganisasi dalam infra struktur maupun yang insidental. Tekanan
itu dapat dalam bentuk melancarkan tekanan nyata, membentuk pendapat umum yang
tidak benar, ancaman dan pengrusakan prasarana dan sarana peradilan. Tekanan
tersebut dapat pula bersifat individual dalam bentuk menyuap penegak hukum agar
berpihak. Advokat sebagai penegak hukum, terutama yang terlibat dalam
penyelenggaraan kehakiman semestinya ikut menjaga agar kekuasaan kehakiman yang
merdeka dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3.
Peran
Advokat sebagai pekerja sosial
Pekerja sosial dalam hal
ini adalah pekerja sosial di bidang hukum. Sebagaimana diketahui, betapa banyak
rakyat yang menghadapi persoalan hukum, tetapi tidak berdaya. Mereka bukan saja
tidak berdaya secara ekonomis tetapi mungkin juga tidak berdaya menghadapi kekuasaan.
Berdasar hal tersebut, maka persoalan- persoalan hukum yang yang dihadapi
rakyat kecil dan lemah yang memerlukan bantuan, termasuk dari para advokat. UU
Advokat pasal 21 dalam hal ini memaparkan bahwa advokat wajib memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Dari Berbagai peran
advokat tersebut memberikan pemahaman bahwa advokat adalah seorang ahli hukum
yang memberikan jasa atau bantuan hukum kepada kliennya. Bantuan hukum tersebut
bisa berupa nasehat hukum, pembelaan atau mewakili (mendampingi) kliennya dalam
beracara dan menyelesaikan perkara yang diajukan ke pengadilan.
B.
Hak dan
Kewajiban Advokat
Hak dan Kewajiban serta
larangan Bagi Advokat Telah Diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat, sebagai berikut:
·
Pasal
14
“Advokat bebas mengeluarkan pendapat
atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam
sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan”.
·
Pasal
15
“Advokat bebas dalam menjalankan
tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan
tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”.
·
Pasal
16
“Advokat tidak dapat dituntut baik
secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugasprofesinya dengan iktikad
baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan”.
·
Pasal
17
“Dalam menjalankan profesinya,
Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari
instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
·
Pasal
18
1. Advokat dalam menjalankan tugas
profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan
jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya.
2. Advokat tidak dapat diidentikkan
dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau
masyarakat.
·
Pasal
19
1. Advokat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
2. Advokat berhak atas kerahasiaan
hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya
terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas
komunikasi elektronik Advokat.
·
Pasal
20
1. Advokat dilarang memegang jabatan
lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
2. Advokat dilarang memegang jabatan
lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat
atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
3. Advokat yang menjadi pejabat negara,
tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.
·
Pasal
21
1. Advokat berhak menerima Honorarium
atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya.
2. Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak.
C.
Batas
Kewenangan Advokat
Problematika secara
sosiologis keberadaan advokat di tengah-tengah masyarakat seperti buah
simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan adalah keberaaan advokat sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum. Tetapi ada
juga sebagian masyarakat menilai bahwa keberadan advokat dalam sistem penegakan
hukum tidak diperlukan, penelitian negatif ini tidak terlepas dari sepak
terjang dari advokat sendiri yang kadang kala menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai aparat penegak hukum tidak sesuai dengan harapan dan yang paling
disayangkan adalah sebagian kecil advokat menjadi bagian dari mafia peradilan.
Kedudukan advokat dalam
sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi terhormat. Dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh kewenangan
sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim.
Kewenangan advokat dalam
sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga keindependensian
advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain.Aparat penegak
hukum seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya
diberikan kewenangan tetapi Advokat dalam menjalankan profesinya tidak
diberikan kewenangan. Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian
kewenangan kepada advokat. Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk
menciptakan kesejajaran diantara aparat penegak hukum juga untuk menghindari
adanya multi tafsir diantara aparat penegak hukum yang lain dan kalangan
advokat itu sendiri terkait dengan kewenangan. Sementara UU No. 18/2003 tentang
Advokat tidak mengatur tentang kewenangan Advokat di dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian maka terjadi
kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan Advokat tersebut. Perlu
diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan
fungsi negara. Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian,
Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara.
Bedanya adalah kalau Advokat adalah lembaga privat yang berfungsi publik
sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga publik. Jika
Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam
statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat
penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan
dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.
Kewenagan Advokat dari
Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan yudisial ditempatkan
untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan polisi
ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini
kedudukan, fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga
keseimbangan diantara kepentingan negara dan masyarakat. Ada dua fungsi Advokat
terhadap keadilan yang perlu mendapat perhatian. Yaitu pertama kepentingan,
mewakili klien untuk menegakkan keadilan, dan peran advokat penting bagi klien
yang diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang Advokat mempertahankan
legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat. Selain kedua fungsi Advokat
tersebut yang tidak kalah pentingnya, yaitu bagaimana Advokat dapat memberikan
pencerahan di bidang hukum di masyarakat. Pencerahan tersebut bisa dilakukan
dengan cara memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai peraturan
perundang-undangan, konsultasi hukum kepada masyarakat baik melalui media
cetak, elektronik maupun secara langsung. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa
keberadaan Advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang
tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi Advokat dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan
yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat tersebut diperlukan
dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan
batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam menjalankan profesinya.[3]
[1]Pasal 3
dan 4 Kode Etik Advokat Indonesia (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18
TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT)
[2]Ika
Wahyuni sherlyana. Peranan dan tanggung jawab profesi hukum Advokat indonesia.
Di http://ika260691.blogspot.com/2013/01/peranan-dan-tanggung-jawab-profesi.html
[3] di
http://click-bymasdyn.com/10/10/2014/etika_profesi_hukum_tentang_pengacara.html
