Entri yang Diunggulkan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK

Belakangan ini, masalah fitnah dan pencemaran nama baik khususnya dalam hukum pidana, banyak menjadi sorotan, baik dalam rumusannya maupun d...

25 September 2016

ANALISIS YURIDIS TENTANG BATAS KECEPATAN KAWASAN PERKOTAAN

Batas kecepatan ditetapkan secara luas dan dinyatakan dengan rambu-rambu lalu lintas, khususnya paling sedikit 60 (enam puluh) kilometer setiap jam dalam kondisi arus. Batas kecepatan yang paling penting dapat diatur lebih rendah mengingat beberapa pertimbangan seperti kondisi permukaan jalan, perhitungan jalan, iklim di sekitar jalan dan area lokal proposisi melalui pertemuan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan status jalan tingkat.

Kewenangan untuk memutuskan perubahan sejauh mungkin dilakukan oleh Menteri Perhubungan untuk jalan umum, Gubernur, untuk jalan lintas provinsi,  Bupati untuk jalan lintas daerah dan jalan kota, dan Walikota, untuk jalan kota.

Ketentuan Peraturan Batas Kecepatan di Indonesia


Peraturan perundangan mengenai batas kecepatan di Indonesia berpangkal sejak zaman Kolonial Belanda. Dalam STAATSBLAAD 1899 No 303 yang disahkan pada 1 Januari 1900 mengatur batas kecepatan maksimal kendaraan adalah 45 km/jam. Belanda sudah mengatur batas kecepatan jalan sejak 115 tahun yang lalu. Seiring derasnya pertumbuhan teknologi kendaraan dan teknologi pembangunan jalan yang berkeselamatan, lalu batas kecepatan juga meningkat. Jika merujuk angka 45 km/jam pada tahun 1900 dan angka 100 km/jam pada 2015, artinya naik sekitar 122%.


Aturan batas maksimal kecepatan kendaraan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang diterbitkan pada 22 Juni 2009. kemudian menurut InpresNomor 4 Tahun 2013 tertanggal 11 April 2013 tentang “Program Keselamatan Jalan Presiden Rrepublik Indonesia”. Pada pilar ketiga dalam Inpres itu ditegaskan bahwa Kementerian Perhubungan bertanggung jawab atas “Kendaraan yang Berkeselamatan”. Ada lima aspek terkait hal ini yang mencakup pertama, penyelenggaraan dan perbaikan Prosedur Uji Berkala dan Uji Tipe. Kedua, Pembatasan Kecepatan pada Kendaraan. Ketiga, Penanganan Muatan Lebih (Overloading). Keempat, Penghapusan Kendaraan (Scrapping) dan kelima, Penetapan Standar Keselamatan Kendaraan Angkutan Umum.


Turunan dari UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) lahirlah PP No 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada 10 Desember 2013. PP ini mengatur batas kecepatan maksimal. PP tersebut menegaskan bahwa setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional kemudian diatur untuk empat jenis jalan. Yang pertama adalah Jalan Bebas Hambatan. Kedua adalah Jalan Antar Kota. Ketiga adalah Jalan pada kawasan perkotaan. Yang keempat adalah jalan di kawasan permukiman. Untuk dijalan bebas hambatan, diatur pula batas kecepatan paling rendah yakni 60 km/jam. Sedangkan batas paling tinggi adalah 100 km/jam. Untuk jalan antar kota batas kecepatan paling tinggi adalah 80 km/jam. Untuk jalan di kawasan perkotaan, kecepatan maksimal adalah 50km/jam. Sedangkan di kawasan permukiman, kecepatan paling tinggi adalah 30 km/jam.


Menurut Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 11 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Permenhub tersebut ditandatangani pada 29 Juli 2015. Permenhub ini mengatur lebih rinci apa yang tertuang dalam PP No 79 Tahun 2013. Contohnanya, kecepatan paling tinggi untuk kendaraan bermotor, yakni roda empat atau lebih adalah 80 km/jam, sedangkan untuk sepeda motor yaitu 60 km/jam. Aturan ini untuk jalan arteri primer yang memiliki jalur cepat dan jalur lambat terpisah. Contoh lain adalah, pada jalur lambat di kawasan dengan kegiatan yang padat, kecepatan maksimal adalah 30 km/jam. Sedangkan untuk di kawasa kegiatan yang tidak padat adalah 50 km/jam.

 

Batas kecepatan maksimal


Batas kecepatan berkendara sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 21 ayat 1 tertulis, setiap jalan memiliki kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional. Selanjutnya, pada ayat (2), yang dibagi dalam kategori jenis jalan yaitu kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antar kota, dan jalan bebas hambatan. Namun, batas-batas kecepatan yang dimaksud, selengkapnya dijelaskan pada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2013. Mengenai Batas Kecepatan disebutkan Pada pasal 23 ayat (4), Bagian Kedua,, batas kecepatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sebagai berikut.

  1. Paling rendah 60 kmj dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam untuk jalan bebas hambatan.
  2. Paling tinggi 80 km/jjam untuk jalan antarkota.
  3. Paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan.
  4. Paling tinggi 30 km/jam untuk kawasan permukiman.


Kemudian pada ayat (5), batas kecepatan paling tinggi dan batas kecepatan paling rendah sebagaimana yang sudah dijelaskan pada ayat 4, harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas. pasal 287 ayat 5, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi, atau paling rendah sebagaimana dimaksud, akan dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.


Jika di tengah kemacetan dan antrean panjang, kecepatan 60 kilometer per jam (kpj) pun terasa tinggi. Sementara itu, ketika kondisi jalan lengang alias kosong melompong, biasanya di malam hari, kecepatan 60 kpj menjadi terasa rendah oleh laju di atasnya mulai dari 70 kpj hingga 90 kpj. Pasalnya, kalau sudah menyentuh angka ratusan kpj, gak perlu kita bahas lagi. Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mengamanatkan agar kecepatan laju kendaraan dibatasi. Tentu dengan alasan demi keselamatan para pengguna jalan.


Pasal 21 yang memuat lima ayat. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional. Lalu ayat (2) nya menyebutkan bahwa batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan. Sedangkan di ayat (3) dituliskan atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, pemerintah daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Pada ayat (4) batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas. Dan, pada ayat (5) disebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Hingga Oktober 2009, peraturan pemerintah (PP) untuk UU No 22/2009 masih belum rampung. Paling banter, pada 2010 aturan itu bisa diwujudkan. Demikian juga dengan aturan dari pemda.

  

DAFTAR PUSTAKA

 

Anton Tabah, Menatap dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991.

 

Djajusman. Polisi dan Lalu Lintas . Seskoak Lembang, Bandung, 1967.

 

Ranlon Naning, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegakan Hukum dalam Lalu Lintas, Bina Ilmu. Surabaya, 1983.

 

Malik, Membaca Kembali Teori Hukum Pembangunan, Artikel Digest Epistema (Berkala Isu Hukum dan Keadilan Eko-Sosial), Epistema Institute Volume 2 Tahun 2012.

 

Peraturan Perundang Undangan

 

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

 

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



                                                                                                            Redaksi Artikel Ilmiah


                                                                                                    Hukumpress.com, 8 Februari 2022

                                

                                                                                                        Download file PDF klik disini