Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam Pasal 5 menyatakan
Setiap tenaga ahli mempunyai kebebasan yang sama tanpa pemisahan segregasi
laki-laki atau perempuan. Situasi keseragaman dan kesamaan peluang bisnis
menyangkut pekerja wanita karena perusahaan sering mengambil keputusan bebas di
mana karena wanita itu menikah dan hamil, mereka diberhentikan oleh perusahaan.
Tidak diperbolehkannya (non
diskriminasi) dalam UU Ketenagakerjaan merupakan amanat dari Pasal 27 UUD 1945
yang menyangkut keadaan kependudukan tanpa diskriminasi, selain UU
Ketenagakerjaan, juga diatur dalam PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang jaminan
pengupahan, yang mengatur bahwa dalam penetapan upah tidak ada pemisahan antara
tenaga ahli laki-laki dan tenaga kerja perempuan untuk pekerjaan atau setara.
Seharusnya Pengusaha
wajib berkomitmen untuk merencanakan dan menyelesaikan langkah-langkah usaha
bagi buruh wanita tanpa mengurangi kebebasan sifat dan jenis pekerjaannya.
Karena itu adalah semacam diskriminasi yang menyangkut kodrat wanita. Jika perusahaan
mengabaikan standar ini, maka melanggar ketentuan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor Per.03/Men/1989 yang mengatur tentang Larangan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) bagi Tenaga Kerja Wanita, mengingat tenaga kerja wanita yang
menikah, wanita hamil, dan buruh perempuan mengandung anak.
Pengaturan ini merupakan
jenis asuransi bagi pekerja wanita sesuai dengan kecenderungan, rasa hormat dan
harga diri mereka dan merupakan hasil persetujuan konvensi ILO No.100 dan
No.111 tahun 1951 tentang diskriminasi. Maka tidak bisa apabila perusahaan
mengakhiri hubungan bisnis dengan buruh perempuan dengan alasan perempuan itu
beristri dan kemudian hamil dan mengandung anak dan hal itu dituangkan dalam
susunan administrasi perusahaan.
Bentuk diskriminasi
terhadap wanita tidak hanya diidentikkan dengan kodrat terkait kewajiban tetapi
juga apresiasi terhadap antusiasme terhadap pekerjaan yang diciptakan oleh
wanita. karena jarang wanita ditempatkan pada posisi pemimpin meskipun faktanya
mereka mahir atau jauh lebih unggul dari pria. Jadi masih ada
persoalan-persoalan social yang harus diselesaikan, mengingat seperti yang
dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
Pasal 3 ayat (3) bahwa Setiap orang
memiliki pilihan untuk keamanan atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Kontras dalam keadaan lingkungan kerja sering dianggap sebagai masalah orientasi gender, yang dihubungkan dengan kontras jenis kelamin di antara laki-laki dan wanita di bidang memperoleh pekerjaan dan posisi. Permasalah-permasalahan kontras Inilah yang akhirnya pemerintah Indonesia mengukuhkan CEDAW (konvensi tentang isu-isu gender) melalui UU no. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, konvensi tersebut memuat kebebasan dan komitmen yang bergantung pada hak-hak istimewa yang setara antara perempuan dengan laki-laki untuk melakukan korespondensi orientasi gender.
Berdasarkan konvensi
tersebut pengaturan tentang keseragaman orientasi gender meliputi kebebasan yang
setara untuk mengambil bagian dan mengambil bagian dalam latihan politik,
keuangan, sosial, perlindungan, dan keselamatan publik, dan keadilan dalam
mengambil bagian dalam efek lanjutan dari perbaikan. Dalam melakukan pekerjaan pria
dan wanita memiliki kebebasan yang setara untuk memperoleh posisi, dan tidak
ada pemisahan untuk jenis pekerjaan yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi
Suprianto,dkk, Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dan Perumahan Di Era
Otonomi Daerah: Analisi Situasi Di Tiga Daerah, Yogyakarta, Pusat studi Hak
Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia. 2009.
Adisu Editus, Hak-hak Pekerja Perempuan.
Tangerang, visimedia, 2006.
Moh. Mahfud M.D,Politik Hukum di Indonesia, edisi revisi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang
jaminan pengupahan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Per.03/Men/1989 tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi Tenaga
Kerja Wanita
Redaksi Artikel Ilmiah
Hukumpress, 8 Februari 2022
Download file PDF klik disini